Perang dan Minyak
Resensi Buku
Judul : Perang Demi Uang - Kebusukan Media, Politikus dan Pebisnis Perang.
Penulis : Amy Goodman & David Goodman
Penerbit : Profetik
Cetakan : I, 2005
Halaman : xxx+430
Dibalik Selubung Suci, Perang Melawan Terorisme
Pertalian Politik, Bisnis, Modal dan Perang
oleh Maeda Yoppy
Perang Demi Uang adalah sebuah buku yang ditulis berdasarkan pengalaman Amy Goodman dan saudaranya David Goodman dalam berbagai pengalaman investigasi jurnalistik yang mereka lakukan selama meliput Perang secara langsung dan juga pegalaman mereka di beberapa negara, pengalaman tersebut telah membawa mereka pada analisa yang mengungkap keterlibatan Media, Politisi dan Pebisnis Perang dalam invasi Militer AS terhadap Irak paska peristiwa 9/11.
Penulis cukup gamblang menjelaskan bukti dan argumetasi dari beberapa pengalamannya dalam melakukan investigasi sosial, politik dan hukum selama perang AS terhadap Irak, dikisahkan juga pengalamannya di Nigeria, melihat langsung kediktatoran dan represifitas militer ketika meliput kasus penembakan terhadap warga Nigeria di wilayah perusahaan pertambangan Chevron yang sangat dilindung oleh Pemerintahan Diktator Nigeria, walau secara jelas perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran Lingkungan dan HAM disana.
Termasuk juga pengalaman meliput langsung warga Timor Timur yang direpresi, ditangkap bahkan dibantai dalam peristiwa Santa Cruz 1999, dimana penulis menceritakan pengalamannya dikejar dan diintimidasi oleh Tentara Militer Indonesia. Bahkan dilarang kembali memasuki negara Indonesia oleh Pemerintah Indonesia. Amy menjelaskan bahwa ada intervensi AS dalam kasus Timor Timur sejak invasi Militer Indonesia dilakukan terhadap Timor Timur, tepat setelah Kissinger, Menteri Luar Negri AS pada era pemerintahan Nixon, menemui Presiden Soeharto. Hal ini dilakukan sebagai kepentingan Militer dan bisnis modal Amerika terhadap Indonesia dan Timor Timur. Selama pemerintahan Soeharto, AS secara luwes menanamkan modalnya di Indonesia dalam berbagai sektor khususnya sektor pertambangan minyak dan gas bumi Indonesia.
Dinyatakan juga dalam buku ini bahwa sejak 45 hari Peristiwa 9/11, Presiden George Bush langsung mengajukan USA PATRIOT Act (Uniting and Strengthening America by Providing Appropriate Tools Required to Intercept and Obstruct Terorism). Suatu UU yang diharapkan akan memudahkan pencegahan teror (hal 100). Paska Peristiwa 9/11, telah memicu sejumlah tindakan antisipatif Pemerintahan AS terhadap setiap tindakan yang dicurigai berbau terorisme, khususnya terhadap warga muslim Amerika yang berasal dari Timur Tengah maupun Arab. Bahkan sejumlah tindakan yang diambil cenderung berlebihan dan dinilai oleh Amy Goodman sebagai tindakan paranoid. Intimidasi dan penangkapan tidak sah telah dilakukan terhadap ribuan warga Muslim maupun warga Arab yang ada di AS. Tidak hanya itu, sebagian warga AS sendiri pun merasa terancam dengan situasi represif penerapan undang-undang USA PATRIOT Act ini, seperti yang terjadi pada Barry Reingold, Ketika Barry Reingold sedang melakukan olahraga rutin di sasana olahraga lokal di San Fransisco, ia berbicara tentang “Bush, Bin Laden dan politik minyak.”Sepulangnya kerumah, ia melihat dua agen FBI berdiri di depan pintunya. Mereka menunggu Reingold untuk menanyainya tentang pandangan-pandangannya. Pensiunan dari perusahaan jasa ini mendapat pelajaran: Berolahraga tidak cocok dilakukan sambil berbicara terus terang…… (hal 147). Bahkan dengan alasan mencegah tindak dan opereasi yang dinilai berbau terorisme, FBI sampai harus melakukan pelacakan secara berlebihan dan represif memasuki akses publik seperti Perpustakaan Umum.
Amy dan David menyebutkan seorang Jendral bernama Wesley Clark dalam Winning Modern Wars: Iraq, Terorism, and the American Empire, menyatakan bahwa Pentagon mengeluarkan kebijakan Perang melawan terorisme sebagai bagian dari “rencana jangka lima tahun” mulai dari Irak, Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan (hal 36). Sementara itu Menteri Lingkungan dalam Kabinet Tony Blair, Michael Meacher menuliskan dalah The Guardian Inggris, bahwa laporan PNAC (Project for the New American Century) merupakan cetak biru untuk dominasi dunia oleh AS, dan peristiwa 11 September adalah alasan tepat untuk mewujudkan cetak biru tersebut. “Motivasi utama adalah AS dan Inggris mulai kehilangan pasokan energi hidrokarbon. Ditahun 2010 muslim akan mengendalikan sekitar 60% produksi minyak dunia (hal 36). Meacher juga menambahkan bahwa “tujuan AS adalah hegemoni dunia yang dibangun dengan pengamanan secara paksa terhadap pasokan minyak yang dibutuhkan untuk mendorong keseluruhan proyek ini” (hal 37).
PNAC atau Project for the New American Century, merupakan kelompok pakar yang dibentuk tahun 1997 untuk mendorong kepemimpinan global Amerika. Sejumlah tokoh pendiri disebutkan adalah Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld, Wakil Presiden Dick Cheney L. Scooter Libby, Deputi Menteri Pertahanan Paul Wolfowitz, Anggota Dewan Kebijakan Pertahanan Richard Perle dan Anggota Dewan Keamanan Nasional, Elliot Abrams (hal 32). Amy menklasifikasikan tokoh-tokoh tersebut sebagai aliran Neo-konservatif yang melebur menjadi petinggi pemerinthan Bush Junior.
Amy Goddman menjelaskan bahwa Perang Terorisme yang dilancarkan oleh AS secara jelas mengarah pada keinginan akan supremasi AS dalam menguasai politik dan ekonomi di dunia. Kebijakan Perang AS dengan jelas ditopang oleh Kekuatan Militer AS. Kekuatan Militer adalah merupakan alat dan wujud kepentingan Ekonomi AS dibalik semua kebijakan politik AS dalam berbagai cara, baik melalui kebijakan Intervensi kebijakan Ekonomi Politik di berbagai negara, khususnya diberbagai negara berkembang. Selain itu tindakan embargo, represi dengan ancaman militer, bahkan sampai melakukan tindakan perang dilakukan oleh AS untuk memastikan kepentingan negaranya di kancah politik Internasional.sebut saja kasus pendudukan Israel di wilayah Palestina. Maka tak heran bila AS mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk mensubsidi Pertahanan Militernya. Dana anggaran Militer AS untuk tahun 2006 ini saja telah naik menjadi 419,3 juta dollar, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan operasional pertahanan militer AS, juga membiayai produksi dan perbaikan persenjataaan dan perlengkapan Perang AS. Belum termasuk anggaran untuk biaya operasional militer di Irak dan Afganistan. Amy juga memaparkan bahwa Pemerintah AS sampai harus melakukan rekrutmen yang bersifat pemaksaan untuk merekrut penambahan pasukan tentara AS dari kalangan siswa-siswa di AS.
Amy juga membuktikan dalam bukunya bagaimana semua kampanye perang AS dibantu oleh korporasi media-media besar AS seperti CNN, ABC, NBC, FOX dll. Media besar AS tersebut secara jelas memberi dukungan penuh terhadap kebijakan Perang AS terhadap Irak. Michael Moore yang menerima Academy Award untuk filmnya berjudul Bowling for Columbine, bahkan menyerukan penarikan mundur semua pasukan AS : dari CBS, ABC, NBC, FOX dan CNN (hal 191). Kampanye AS sendiri sangat masif menyerukan perlawanan terhadap terorisme, sampai melakukan pelarangan terhadap lagu-lagu berbau anti perang seperti lagu John Lennon berjudul “imagine”. Tayangan media televisi AS selama peliputan dan penayangan invansi Militer AS ke Irak pun lebih banyak menayangkan perlawanan heroik yang dilakukan oleh para tentara AS ketimbang menayangkan korban-korban perang di Irak baik yang luka maupun yang tewas.
Tentara perang AS selama perang di Irak bahkan terbukti melakukan pelanggaran HAM terhadap para pekerja jurnalistik perang, sebut saja seperti yang terjadi pada wartawan Ukraina dan Spanyol yang tewas terbunuh dalam pengeboman gedung hotel yang dilakukan oleh tentara AS. “Kru sebuah Televisi Prancis merekam saat senjata raksasa itu membidik. Dan tiba-tiba, tanpa peringatan, tank melancarkan serangkaian tembakan ke sisi hotel tinggi tersebut. Bom mengempur lantai 15, langsung menghantam kamar yang dipakai sebagai biro oleh kantor berita internasional Reuters. Taras Protsyuk, 35 tahun, kameramen veteran Reuters asal Ukraina tewas seketika. Jose Cousu, 37 tahun, kameramen televisi Spanyol, Telenciono, yang sedang merekam satu lantai dibawahnya, juga tewas. Tiga jurnalis internasional lain terluka parah.” (hal 235). Bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Tentara AS terhadap tawanan perang Irak di Guantanamo maupun di sejumlah penjara tahanan perang Irak. Peristiwa itu secara jelas telah mempermalukan Menteri Pertahanan dan Pemerintahan AS dihadapan masyarakat dunia.
Dalam bab terakhir bukunya, Amy menyatakan perlunya upaya membebaskan media dari alat kepentingan penguasa semata. Media haruslah menjadi panggung untuk forum perdebatan. Media jelas harus melepaskan pengaruh kepentingan korporasi modal seperti yang dicerminkan oleh Media-media besar Amerika. Media haruslah bersikap independen, tidak memihak dan haruslah mencerminkan realita yang terjadi di masyarakat dan mencerminkan kepentingan masyarakat banyak. Amerika masih saja mendengungkan negaranya yang demokratis dan menjungjung HAM. Namun hal itu hanya kedok belaka untuk supremasi dan image demi hegemoni dunia.
Maeda Yoppy
Wakil Sekretaris Jendral
Eksekutif Nasional
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)
Komentar