Membongkar Ilusi Kapitalisme
Resensi Buku
Judul : Anti Kapitalisme
Penulis : Simon Tormey
Penerbit : Teraju Mizan
Cetakan : Pertama, Juli 2005
Hal : xxxiv + 300 halaman
MEMBONGKAR ILUSI KAPITALISME
Maeda Yoppy*
Perkembangan kapitalisme semakin massif paska Revolusi Industri di Inggris. Mulai abad 17, menyebar ke seluruh Eropa termasuk Amerika Serikat. Kapitalisme berkembang semakin meluas seiring dengan berkembangnya paham Liberalisme di Eropa dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut lantas menjajah sejumlah benua lain seperti Afrika dan Asia. Kolonialisme Belanda pun masuk ke Indonesia dan pemerintahan Kolonial Belanda pada abad 18 mengadopsi dan menerapkan Kapitalisme awal di Indonesia yang sampai sekarang telah berkembang sedemikian rupa. Namun kapitalisme yang digembar-gemborkan oleh ekonom dunia, John Maynard Keyness tersebut pada hakikatnya bukan membawa peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat melainkan pemiskinan yang semakin massif di berbagai belahan dunia berkembang. Muncullah sekarang program skala dunia yang dipelopori oleh berbagai negara maju yakni MDG’s atau Millenium Development Goal yang fokus perhatiannya adalah program pengentasan kemiskinan secara global secara khusus di benua Afrika, benua termiskin di dunia.
Kapitalisme sekarang ini dalam sejumlah literatur dan kajian-kajian ekonomi sering disebut dengan berbagai istilah seperti Kapitalisme Neoliberal, Kapitalisme Transnasional, Globalisasi Ekonomi, ataupun Kapitalisme Korporasi (hal 1). Istilah-istilah itulah yang juga dikemukakan Simon Tormey dalam buku ini ketika hendak menjelaskan hakikat Kapitalisme. Dan kapitalisme dengan berbagai perangkat institusi-institusi ekonomi global katakanlah seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) dan GATT dengan berbagai istilah itu sebenarnya masih bertujuan sama dan tetap yaitu menciptakan pasar bebas dan berupaya melepaskan segala hambatan dalam merebut profit di negara-negara berkembang. Simon juga mencatat bagaimana kemudian pemahaman anti kapitalisme harus dipahami juga dalam kerangka memahami Neoliberalisme yang dalam struktur dan mekanisme kerjanya berupaya memperkecil hambatan-hambatan politik terhadap pasar bebas.
Sejumlah landasan ekonomi dijadikan alasan pembenar untuk membentuk pertalian kapitalisme di berbagai negeri dan betapa perlunya berbagai negeri itu melaksanakan pasar bebas. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Simon, “Tentu saja landasan institusi-institusi ini adalah untuk membuat kehidupan kapitalisme lebih mudah, seperti memudahkan modal bergerak bebas bersaing ‘secara adil’, melalui reformasi mata uang, ‘pembukaan’ pasar bagi persaingan ‘bebas’, dan menjamin keharusan adanya ‘fleksibilitas’ pasar tenaga kerja. Semua itu untuk mendorong dan memfasilitasi kemampuan kaum kapitalis dalam mengeruk laba, yang menjadi alasan mereka berbisnis”. (hal 24). Ia juga menyatakan bahwa pasar bukanlah hasil perkembangan sistim kapitalisme ataupun sebaliknya melainkan pasar sebagai pertukaran ekonomi telah ada sejak manusia melakukan pertukaran barang atau yang pernah kita kenal dengan sistem Barter. Dalam bab Pendahuluan dan bab satu dalam buku ini pun, Simon berusaha menjelaskan bagaimana kapitalisme itu berkembang. Menurutnya, dunia yang ada seperti sekarang ini yakni kapitalistik disebabkan adanya sekelompok orang yang memang menginginkan dunia kapitalistik lantas memberikan argumentasi-argumentasi yang membenarkan keadaan dunia kapitalistik sekarang ini seolah nampak ‘alamiah’ dan ‘normal’.
Di Indonesia, adopsi sistem kapitalisme yang berkembang pada kenyataannya bukan membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, justru sebaliknya. Hal ini bisa kita lihat dengan semakin meningkatnya taraf kemiskinan dan ditunjukkan pula dengan meningkatnya kriminalitas dengan berbagai modus operandi di berbagai daerah dengan mayoritas penyebabnya adalah kesulitan ekonomi. Hal ini disampaikan pula oleh Dita Indah Sari dalam pengantar yang ditulisnya dalam buku ini. Menurutnya, indikator kegagalan Demokrasi Liberal yang diagungkan oleh Francis Fukuyama tersebut dapat dilihat dari ketidakmampuan alat-alat dan mekanisme demokrasi memberikan penyelesaian terhadap persoalan-persoalan kesejahteraan rakyat... (hal xvi). Bahkan sejumlah kegagalan Kapitalisme yang telah berkembang pada tahap Neoliberalisme ini bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan juga terjadi dihampir semua belahan dunia, termasuk negara-negara berkembang atau miskin, baik di benua Afrika, Asia maupun di Amerika Selatan. Mayoritas ke semua negara di benua-benua tersebut acap kali melakukan pinjaman dari IMF dan Bank Dunia yang mayoritas juga adalah anggota World Trade Organisazation (WTO).
Seperti kita ketahui, Organisasi WTO memfasilitasi perundingan antar anggota dan menyediakan forum perundingan permanen serta membantu penyelesaian sengketa antar anggota. Sementara itu pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) merupakan badan tertinggi WTO yang biasa melakukan pertemuan kurang lebih 2 tahun sekali. KTM I diselenggarakan di Jenewa, Swiss pada tahun 1996. KTM II di Singapura pada tahun 1997. Sementara KTM III yang berlangsung di Seattle pada tahun 1999 gagal karena adanya perlawanan ribuan massa yang menolak pertemuan WTO tersebut. Berikutnya KTM IV terselenggara di Doha, Qatar pada tahun 2001 menghasilkan deklarasi dan agenda Doha. KTM V di Cancun, Meksiko september 2003 juga gagal menghasilkan kesepakatan.
Pada bulan ini pun, diselenggarakan pertemuan KTM WTO di Hongkong, tepatnya 13-18 Desember 2005. Karenanya pertemuan KTM WTO Hongkong Desember 2005 menjadi penting paska kegagalan di Seattle dan Cancun. Dapat dipastikan dari momentum ini pun membuahkan perlawanan anti kapitalisme yang besar seperti tahun-tahun sebelumnya bahkan kini tuntutannya sampai pada pembubaran lembaga WTO. WTO sudah dianggap tidak dapat memberi ruang dan peluang yang menguntungkan bagi negara-negara miskin yang jumlah keanggotaannya lebih banyak di dalam organisasi WTO. Negara-negara maju seperti AS, Perancis, Jerman, Jepang, Canada dan Inggris-lah yang sebenarnya lebih menikmati keuntungan dari perdagangan bebas tersebut. Di samping itu negara-negara yang sedang menanjak perekonomiannnya seperti China, Singapura, Taiwan dan Korea turut serta ambil bagian dan ingin juga menikmati keuntungan dari pasar bebas yang diperjuangkan negara-negara maju di WTO tersebut.
Dengan demikian gelombang perlawanan anti kapitalisme di masa ini dapat dikatakan telah bangkit kembali di berbagai negara baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Menurut Simon, gelombang perlawanan yang pada hakikatnya menolak anti kapitalisme kontemporer saat ini sebenarnya telah terjadi jauh sebelumnya. Di Paris tahun 1968 semasa Presiden Charles De Gaulle berkuasa, misalnya, buruh-buruh pabrik Renault mogok dan bersamaan dengan itu mahasiswa di Paris turun ke jalan menolak sistim pendanaan kampus. Pemogokan buruh Renault dan demonstrasi mahasiswa Paris ini selanjutnya menjadi perlawanan rakyat Paris yang melumpuhkan kota Paris bahkan seluruh Prancis (hal 72). Lagi, sekarang, sejumlah forum tandingan seperti World Social Forum (WSF) pun diselenggarakan oleh berbagai kelompok dan gerakan anti kapitalis untuk menandingi sejumlah pertemuan negara-negara maupun lembaga-lembaga kapitalis internasional tersebut.
Serangkaian perlawanan anti kapitalisme tersebut merupakan bantahan terhadap analisa Francis Fukuyama. Dalam The End of History, Francis menyatakan bahwa akhir dari sejarah dunia adalah kapitalisme yang ditandai dengan jatuhnya Soviet dan runtuhnya Tembok Berlin di Eropa. Inilah kemenangan Demokrasi Liberal. Menurut Francis pula, hal ini pun ditandai dengan matinya Oposisi Politik terhadap Demokrasi Liberal yang saat ini tengah berjaya (hal 51) . Namun bukankah oposisi politik yang dimaksud Francis adalah oposisi terhadap kapitalisme yang justru sekarang ini semakin meningkat perlawanannya di berbagai belahan dunia?
Memang kelompok-kelompok gerakan anti kapitalisme dalam pandangan Simon saat ini masih dalam jumlah yang kecil dan masih bergerak sendiri-sendiri, terserak dan spontan namun gerakan anti kapitalisme itu terjadi di mana-mana, di berbagai negeri baik di Amerika Latin, Asia maupun di Eropa sendiri tempat kapitalisme tumbuh dan berkembang. Dicatat pula dalam buku ini tentang perlunya kelompok-kelompok anti kapitalis menemukan dan mengidentifikasi musuh bersama, membangun jaringan global dan membangun dialog global(hal. xxx). Salah satunya dengan menggunakan jaringan media internet, mengingat hampir semua media-media elektronik dan cetak yang ada dikuasai oleh korporasi ( hal. 95)
Sekarang, berbagai organisasi anti kapitalispun muncul dengan berbagai macam ideologi gerakan yang saling berbeda visi, berbeda dalam logika pemahamaan, dan berbeda dalam kecenderungan organisasi politik baik itu yang berorientasi kekuasaan semacam partai politik maupun organisasi massa termasuk LSM yang sering menyoroti dampak kapitalisme bahkan juga muncul dan berkembang gerakan lingkungan yang politis anti kapitalisme (hal xxxi). Sebutlah juga beberapa organisasi berhaluan Sosialis, Marxis Leninis dengan berbagai varian (baca juga: metode), kaum Reformis maupun yang radikal, gerakan anti Neoliberalisme seperti Zapatista (hal 195) yang berbasiskan para petani di Chiapas, Meksiko dan Greenpeace yang bergerak di lingkungan yang berpusat di Jerman.
Demi membuktikan bahwa argumentasi-argumentasi pro dunia kapitalistik tersebut tidak mendasar sama sekali, ilusi dunia kapitalistik atau lebih tepatnya kapitalisme ini pun, haruslah dibongkar. Inilah tugas kelompok dan gerakan anti kapitalis yang ditegaskan dalam buku ini. Karenanya sungguh berguna penerbitan buku Anti Kapitalisme karya Simon Tormey ini sebagai panduan bagi mereka yang ingin melawan atau cuma ingin mengenali hakikat Kapitalisme termasuk di masa sekarang ketika kapitalisme sudah merajai dunia dan seperti tanpa ada lawan.
***
*Maeda Yoppy:
Anggota Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Dilahirkan di Kotacane 19 Maret 1979. Alamat kantor Tebet Jakarta Selatan, Hp (021-70365101), Email: maeda_yoppy@yahoo.com. www.lmnd.org
Pernah mengenyam Pendidikan: :
• School of Public Relations INTERSTUDI
• Sastra Jerman D3 FS-UI
• Politik S1 FISIP-UI belum selesai.
Organisasi :
• PJS Sekretaris Jendral KBUI - Keluarga Besar Universitas Indonesia (Tahun 2000-2001)
• Sekretaris Kota LMND Jakarta Selatan (Tahun 2001)
• Ketua Dept. Dana & Badan Usaha LMND Wilayah Jabotabek (Tahun 2002)
• Ketua Dept. Dana & Badan Usaha Eksekutif Nasional LMND (2002-2006)
• Wakil Sekretaris Jendral Eksekutif Nasional LMND (2006-sekarang)
Judul : Anti Kapitalisme
Penulis : Simon Tormey
Penerbit : Teraju Mizan
Cetakan : Pertama, Juli 2005
Hal : xxxiv + 300 halaman
MEMBONGKAR ILUSI KAPITALISME
Maeda Yoppy*
Perkembangan kapitalisme semakin massif paska Revolusi Industri di Inggris. Mulai abad 17, menyebar ke seluruh Eropa termasuk Amerika Serikat. Kapitalisme berkembang semakin meluas seiring dengan berkembangnya paham Liberalisme di Eropa dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut lantas menjajah sejumlah benua lain seperti Afrika dan Asia. Kolonialisme Belanda pun masuk ke Indonesia dan pemerintahan Kolonial Belanda pada abad 18 mengadopsi dan menerapkan Kapitalisme awal di Indonesia yang sampai sekarang telah berkembang sedemikian rupa. Namun kapitalisme yang digembar-gemborkan oleh ekonom dunia, John Maynard Keyness tersebut pada hakikatnya bukan membawa peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat melainkan pemiskinan yang semakin massif di berbagai belahan dunia berkembang. Muncullah sekarang program skala dunia yang dipelopori oleh berbagai negara maju yakni MDG’s atau Millenium Development Goal yang fokus perhatiannya adalah program pengentasan kemiskinan secara global secara khusus di benua Afrika, benua termiskin di dunia.
Kapitalisme sekarang ini dalam sejumlah literatur dan kajian-kajian ekonomi sering disebut dengan berbagai istilah seperti Kapitalisme Neoliberal, Kapitalisme Transnasional, Globalisasi Ekonomi, ataupun Kapitalisme Korporasi (hal 1). Istilah-istilah itulah yang juga dikemukakan Simon Tormey dalam buku ini ketika hendak menjelaskan hakikat Kapitalisme. Dan kapitalisme dengan berbagai perangkat institusi-institusi ekonomi global katakanlah seperti International Monetary Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) dan GATT dengan berbagai istilah itu sebenarnya masih bertujuan sama dan tetap yaitu menciptakan pasar bebas dan berupaya melepaskan segala hambatan dalam merebut profit di negara-negara berkembang. Simon juga mencatat bagaimana kemudian pemahaman anti kapitalisme harus dipahami juga dalam kerangka memahami Neoliberalisme yang dalam struktur dan mekanisme kerjanya berupaya memperkecil hambatan-hambatan politik terhadap pasar bebas.
Sejumlah landasan ekonomi dijadikan alasan pembenar untuk membentuk pertalian kapitalisme di berbagai negeri dan betapa perlunya berbagai negeri itu melaksanakan pasar bebas. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh Simon, “Tentu saja landasan institusi-institusi ini adalah untuk membuat kehidupan kapitalisme lebih mudah, seperti memudahkan modal bergerak bebas bersaing ‘secara adil’, melalui reformasi mata uang, ‘pembukaan’ pasar bagi persaingan ‘bebas’, dan menjamin keharusan adanya ‘fleksibilitas’ pasar tenaga kerja. Semua itu untuk mendorong dan memfasilitasi kemampuan kaum kapitalis dalam mengeruk laba, yang menjadi alasan mereka berbisnis”. (hal 24). Ia juga menyatakan bahwa pasar bukanlah hasil perkembangan sistim kapitalisme ataupun sebaliknya melainkan pasar sebagai pertukaran ekonomi telah ada sejak manusia melakukan pertukaran barang atau yang pernah kita kenal dengan sistem Barter. Dalam bab Pendahuluan dan bab satu dalam buku ini pun, Simon berusaha menjelaskan bagaimana kapitalisme itu berkembang. Menurutnya, dunia yang ada seperti sekarang ini yakni kapitalistik disebabkan adanya sekelompok orang yang memang menginginkan dunia kapitalistik lantas memberikan argumentasi-argumentasi yang membenarkan keadaan dunia kapitalistik sekarang ini seolah nampak ‘alamiah’ dan ‘normal’.
Di Indonesia, adopsi sistem kapitalisme yang berkembang pada kenyataannya bukan membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, justru sebaliknya. Hal ini bisa kita lihat dengan semakin meningkatnya taraf kemiskinan dan ditunjukkan pula dengan meningkatnya kriminalitas dengan berbagai modus operandi di berbagai daerah dengan mayoritas penyebabnya adalah kesulitan ekonomi. Hal ini disampaikan pula oleh Dita Indah Sari dalam pengantar yang ditulisnya dalam buku ini. Menurutnya, indikator kegagalan Demokrasi Liberal yang diagungkan oleh Francis Fukuyama tersebut dapat dilihat dari ketidakmampuan alat-alat dan mekanisme demokrasi memberikan penyelesaian terhadap persoalan-persoalan kesejahteraan rakyat... (hal xvi). Bahkan sejumlah kegagalan Kapitalisme yang telah berkembang pada tahap Neoliberalisme ini bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan juga terjadi dihampir semua belahan dunia, termasuk negara-negara berkembang atau miskin, baik di benua Afrika, Asia maupun di Amerika Selatan. Mayoritas ke semua negara di benua-benua tersebut acap kali melakukan pinjaman dari IMF dan Bank Dunia yang mayoritas juga adalah anggota World Trade Organisazation (WTO).
Seperti kita ketahui, Organisasi WTO memfasilitasi perundingan antar anggota dan menyediakan forum perundingan permanen serta membantu penyelesaian sengketa antar anggota. Sementara itu pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) merupakan badan tertinggi WTO yang biasa melakukan pertemuan kurang lebih 2 tahun sekali. KTM I diselenggarakan di Jenewa, Swiss pada tahun 1996. KTM II di Singapura pada tahun 1997. Sementara KTM III yang berlangsung di Seattle pada tahun 1999 gagal karena adanya perlawanan ribuan massa yang menolak pertemuan WTO tersebut. Berikutnya KTM IV terselenggara di Doha, Qatar pada tahun 2001 menghasilkan deklarasi dan agenda Doha. KTM V di Cancun, Meksiko september 2003 juga gagal menghasilkan kesepakatan.
Pada bulan ini pun, diselenggarakan pertemuan KTM WTO di Hongkong, tepatnya 13-18 Desember 2005. Karenanya pertemuan KTM WTO Hongkong Desember 2005 menjadi penting paska kegagalan di Seattle dan Cancun. Dapat dipastikan dari momentum ini pun membuahkan perlawanan anti kapitalisme yang besar seperti tahun-tahun sebelumnya bahkan kini tuntutannya sampai pada pembubaran lembaga WTO. WTO sudah dianggap tidak dapat memberi ruang dan peluang yang menguntungkan bagi negara-negara miskin yang jumlah keanggotaannya lebih banyak di dalam organisasi WTO. Negara-negara maju seperti AS, Perancis, Jerman, Jepang, Canada dan Inggris-lah yang sebenarnya lebih menikmati keuntungan dari perdagangan bebas tersebut. Di samping itu negara-negara yang sedang menanjak perekonomiannnya seperti China, Singapura, Taiwan dan Korea turut serta ambil bagian dan ingin juga menikmati keuntungan dari pasar bebas yang diperjuangkan negara-negara maju di WTO tersebut.
Dengan demikian gelombang perlawanan anti kapitalisme di masa ini dapat dikatakan telah bangkit kembali di berbagai negara baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Menurut Simon, gelombang perlawanan yang pada hakikatnya menolak anti kapitalisme kontemporer saat ini sebenarnya telah terjadi jauh sebelumnya. Di Paris tahun 1968 semasa Presiden Charles De Gaulle berkuasa, misalnya, buruh-buruh pabrik Renault mogok dan bersamaan dengan itu mahasiswa di Paris turun ke jalan menolak sistim pendanaan kampus. Pemogokan buruh Renault dan demonstrasi mahasiswa Paris ini selanjutnya menjadi perlawanan rakyat Paris yang melumpuhkan kota Paris bahkan seluruh Prancis (hal 72). Lagi, sekarang, sejumlah forum tandingan seperti World Social Forum (WSF) pun diselenggarakan oleh berbagai kelompok dan gerakan anti kapitalis untuk menandingi sejumlah pertemuan negara-negara maupun lembaga-lembaga kapitalis internasional tersebut.
Serangkaian perlawanan anti kapitalisme tersebut merupakan bantahan terhadap analisa Francis Fukuyama. Dalam The End of History, Francis menyatakan bahwa akhir dari sejarah dunia adalah kapitalisme yang ditandai dengan jatuhnya Soviet dan runtuhnya Tembok Berlin di Eropa. Inilah kemenangan Demokrasi Liberal. Menurut Francis pula, hal ini pun ditandai dengan matinya Oposisi Politik terhadap Demokrasi Liberal yang saat ini tengah berjaya (hal 51) . Namun bukankah oposisi politik yang dimaksud Francis adalah oposisi terhadap kapitalisme yang justru sekarang ini semakin meningkat perlawanannya di berbagai belahan dunia?
Memang kelompok-kelompok gerakan anti kapitalisme dalam pandangan Simon saat ini masih dalam jumlah yang kecil dan masih bergerak sendiri-sendiri, terserak dan spontan namun gerakan anti kapitalisme itu terjadi di mana-mana, di berbagai negeri baik di Amerika Latin, Asia maupun di Eropa sendiri tempat kapitalisme tumbuh dan berkembang. Dicatat pula dalam buku ini tentang perlunya kelompok-kelompok anti kapitalis menemukan dan mengidentifikasi musuh bersama, membangun jaringan global dan membangun dialog global(hal. xxx). Salah satunya dengan menggunakan jaringan media internet, mengingat hampir semua media-media elektronik dan cetak yang ada dikuasai oleh korporasi ( hal. 95)
Sekarang, berbagai organisasi anti kapitalispun muncul dengan berbagai macam ideologi gerakan yang saling berbeda visi, berbeda dalam logika pemahamaan, dan berbeda dalam kecenderungan organisasi politik baik itu yang berorientasi kekuasaan semacam partai politik maupun organisasi massa termasuk LSM yang sering menyoroti dampak kapitalisme bahkan juga muncul dan berkembang gerakan lingkungan yang politis anti kapitalisme (hal xxxi). Sebutlah juga beberapa organisasi berhaluan Sosialis, Marxis Leninis dengan berbagai varian (baca juga: metode), kaum Reformis maupun yang radikal, gerakan anti Neoliberalisme seperti Zapatista (hal 195) yang berbasiskan para petani di Chiapas, Meksiko dan Greenpeace yang bergerak di lingkungan yang berpusat di Jerman.
Demi membuktikan bahwa argumentasi-argumentasi pro dunia kapitalistik tersebut tidak mendasar sama sekali, ilusi dunia kapitalistik atau lebih tepatnya kapitalisme ini pun, haruslah dibongkar. Inilah tugas kelompok dan gerakan anti kapitalis yang ditegaskan dalam buku ini. Karenanya sungguh berguna penerbitan buku Anti Kapitalisme karya Simon Tormey ini sebagai panduan bagi mereka yang ingin melawan atau cuma ingin mengenali hakikat Kapitalisme termasuk di masa sekarang ketika kapitalisme sudah merajai dunia dan seperti tanpa ada lawan.
***
*Maeda Yoppy:
Anggota Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Dilahirkan di Kotacane 19 Maret 1979. Alamat kantor Tebet Jakarta Selatan, Hp (021-70365101), Email: maeda_yoppy@yahoo.com. www.lmnd.org
Pernah mengenyam Pendidikan: :
• School of Public Relations INTERSTUDI
• Sastra Jerman D3 FS-UI
• Politik S1 FISIP-UI belum selesai.
Organisasi :
• PJS Sekretaris Jendral KBUI - Keluarga Besar Universitas Indonesia (Tahun 2000-2001)
• Sekretaris Kota LMND Jakarta Selatan (Tahun 2001)
• Ketua Dept. Dana & Badan Usaha LMND Wilayah Jabotabek (Tahun 2002)
• Ketua Dept. Dana & Badan Usaha Eksekutif Nasional LMND (2002-2006)
• Wakil Sekretaris Jendral Eksekutif Nasional LMND (2006-sekarang)
Komentar