Perempuan Dalam Kupasan da Vinci Code

Novel Da Vinci Code : Konspirasi Kekuasaan dan Penyingkiran Perempuan dalam Kekristenan


Sebuah novel terlaris di dunia saat ini yang bernuansa agama kristen, sejarah dan seni dan mengandung unsur feminisme. Kajiannya bersifat ilmiah dan memaparkan pengungkapan kisah perburuan harta dokumen yang bernilai sejarah tinggi dengan menggunakan metode serangkaian teka-teki yang harus diungkap.

Novel yang bersifat religius ini mencoba mengungkap sejarah kekristenan awal dalam kitab Perjanjian Baru yang dikenal dengan nama The New Testament. Direpresentasikan melalui media seni, lewat karya Leonardo Da Vinci, yang mencoba mengungkap misteri dibalik sejarah kisah Yesus Kristus, yang adalah tokoh sentral dalam kisah Perjanjian Baru.

Da Vinci Code mengisahkan seorang Ahli Simbolog ternama yang merupakan lulusan Universitas Harvard bernama Robert Langdon, yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan seorang Kurator terkenal dari museum terkenal di dunia, Du Louvre Perancis. Robert Langdon bersama Sophie Neveu, seorang ahli Kriptologi lulusan Royal Holloway yang bekerja pada DCJP Perancis (Lembaga Intelijen Perancis). Berdua mereka bekerja sama mengungkap kasus pembunuhan sang kurator yang bernama Jacques Sauniere. Sang kurator mati meniggalkan misteri dan menggunakan pola Double Code yang sederhana namun genius, guna mencari Cryptex (Cryptex adalah tabung silinder yang didalamnya tersimpan Papyrus dikelilingi cairan cuka) sebagai batu kunci membuka peti kunci rahasia Holy Grail.

Mereka juga terjebak dan harus terlibat dalam upaya pengungkapan misteri teka-teki yang ditinggalkan oleh Kurator tersebut, yang terbunuh pada malam hari di Museum Louvre. Agen Shopie Neveu ternyata adalah cucu dari kurator yang terbunuh tersebut, terpaksa menjadi buron bersama dengan Robert Landon, diburu oleh agen intelijen dan polisi Perancis. Konspirasi, pengkhianantan, kabur sebagai pelarian dan jebakan mewarnai kisah perjalanan dalam mengungkap kebenaran Holy Grail yang telah menarik banyak ilmuwan dan sejarahwan

Kurator yang terbunuh diceritakan merupakan pengagum dari karya-karya Leonardo Da Vinci. Beberapa karya Leonardo yang digunakan dalam novel ini adalah seperti The Vitruvian Man, beberapa lukisan seperti The Last Supper, Madonna of The Rock dan Monalisa. Diyakini bahwa Leonardo sebenarnya menyimpan pengungkapan misteri dalam karya-karyanya tersebut yang mengandung unsur Paganisme dengan sifat seni Kristiani. (Lukisan Leonardo dibuat dengan teknik sfumato, juga menggunakan teknik skotoma, yakni simbol keganjilan yang mengesampingkan mata). Istilah Paganisme adalah merupakan kepercayaan terhadap dewa dewi yang dianggap pemujaan berhala dan bertentangan dengan ajaran Kristiani. Novel yang mengungkap misteri teka teki dengan menggunakan simbol-simbol seperti Pentakel, The Vitruvian Man, Cawan, Venus, Dewi, Holy Grail, Fleur de Lis atau dikenal dengan garis mawar.

Dikisahkan bermula dari museum Louvre, setting cerita bergerak dan berkembang dengan deskripsi detail dari museum Louvre kemudian ke seputar jalan-jalan di Paris dan bangunan-bangunan gereja, baik di kota Paris maupun di Inggris. Pemaparan tempat-tempat peristiwa dalam setting novel ini bersifat deskriptif, menawan, akurat dan tepat.

Setiap bab dan kisah berkembang dalam novel ini selalu diwarnai dengan sejumlah teka-teki yang diwariskan oleh kurator yang terbunuh. Dan alur cerita bergerak cepat dan tegang. Dan basis pemahaman penulis tercermin berdasar pada kemampuan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah dan akurat sesuai fakta.

Kekayaan pemahaman penulis novel terhadap seni, ilmu matematika dan pengetahuan dan juga sejarah agama Kristen, diwujudkan dengan kemampuan pemeran-pemeran utama dalam mengungkap teka-teki yang berhubungan dengan beberapa karya lukisan Leonardo Da Vinci, dengan menggunakan metode Kriptologi dan pendekatan metode matematika yakni penggunaan deret ukur Fibonacci, Anagram dan Sandi Atbash.
Istilah seperti Proporsi Agung, PHI (1,618) sebagai unsur yang sering digunakan dalam teknik seni, yang terdapat dalam alam dan tubuh manusia mewarnai pelacakan terhadap kasus ini.

Kisah perburuan harta dokumen ini diwarnai konspirasi, pengkhianatan, obsesifitas, seni dan teka teki yang dipecahkan dan diungkap dengan kecerdasan berpikir para pemeran utama, sebagai cerminan kepiawaian penulis novel ini, Dan Brown.

Novel ini juga mengkaitkan dan mengungkap fakta keberadaan organisasi yang bernama Biarawan Sion dan Opus Dei. Adapun Biarawan Sion didirikan pada tahun 1099 oleh Godefroi de Boullion, Organisasi ini didirikan untuk mewariskan rahasia Holy Grail secara turun temurun. Sementara Opus Dei yang kini berpusat di New York, merupakan salah satu sekte katolik yang bersifat konservatif, atau dikenal dengan mafia Tuhan. Didirikan di Spanyol pada tahun 1928 oleh Josemaria Escriva, organisasi ini mengharuskan keselamatan pada tindakan penghukuman fisik dan pengorbanan fisik yang harus dilakukan oleh setiap anggotanya. Sejumlah tokoh ternama dalam sejarah seni dan ilmuwan dilibatkan dan dikaitkan dengan organisasi Biarawan Sion tersebut seperti nama Sir Isaac Newton, Botticelli, Leonardo da Vinci dan Victor Hugo.

Kisah tersembunyinya sejarah Holy Grail diceritakan berkaitan erat dengan kebijakan Vatikan sejak awal sejarah Kekristenan di Eropa, yang dimulai sejak munculnya Yesus Kristus. Hal ini yang coba diungkapkan oleh penulis dengan memblejeti konspirasi besar dibalik kebijakan kaisar Konstantin Agung dengan menjadikan agama kristen sebagai agama utama dalam kerajaan Romawi akhir/Byzantyum, sebagai upaya kepentingan politiknya untuk berkuasa. Misteri teka-teki ini tersimpan secara konspiratif selama beberapa ratus tahun. Hal tersebut sebagai upaya menyembunyikan kebenaran sejarah yang dengan sengaja ditutup-tutupi selama berabad-abad, dengan puncak pencarian adalah Holy Grail yang tersimpan disuatu tempat rahasia antara negara Perancis atau Inggris.

Holy Grail menceritakan sejarah Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru. Diceritakan bahwa Alkitab disusun oleh seorang yang sebenarnya penganut paganisme, yakni Kaisar Konstantin Agung. Baik melalui simbol-simbol, penanggalan suci, ritus keagamaan dan istiadat Kristen yang telah tumbuh merupakan adaptasi dari agama Paganisme. Paganisme adalah kepercayaan terhadap Dewa-Dewi. Pengungkapan kisah hubungan emosional Yesus dan Maria Magdalena, yang ternyata keduanya memiliki hubungan lebih dari sekedar guru dan murid.


Novel Da Vinci Code mengungkap konspirasi hubungan kekuasaan dan agama kristen

Nuansa feminisme dapat dirasakan dalam novel ini yang dilambangkan dengan cawan dan bunga mawar berkelopak lima dengan merujuk pada sosok perempuan yang diwakili oleh figure Maria Magdalena, sebagai sosok penting yang sebenarnya turut berperan besar dalam penggalan kisah hidup Yesus Kristus. Namun peran Maria Magdalena telah disingkirkan bahkan karakternya dibunuh sedemikian rupa oleh para ahli-ahli taurat dan ahli agama yang mengabdi pada kekuasaan kekaisaran Konstantinopel, yakni Konstantin Agung. Diceritakan peran gereja yang telah sejak awal mematikan peran agung perempuan, sebagaimana gereja pernah mengkampanyekan upaya pembantaian terhadap perempuan-perempuan yang dianggap penyihir atau bidah selama beberapa puluh tahun di Eropa.

Novel ini menggambarkan bahwa sebenarnya sosok Yesus yang adalah manusia biasa dari seorang ketrunan raja besar Yahudi; kemudian menikahi Maria Magdalena, memiliki anak dan memiliki garis keturunan sampai sekarang; namun diceritakan bahwa garis keturunannya coba untuk dimusnahkan oleh gereja Katolik Roma. Sejak yesus lahir sampai beberapa abad setelah wafat, Yesus dianggap sebagai manusia biasa. Barulah setelah beberapa abad kemudian Yesus dikultuskan menjadi Manusia suci.
Diungkapkan pula bahwa sempat terjadi persaingan dalam menggariskan dokumen atau kisah kejadian sewaktu Yesus hidup dan memimpin.
Sementara Maria Magdalena yang adalah Istri Yesus, dipuja sebagai dewi pada masa itu, dan sepeninggal wafatnya Yesus, Maria Magdalena-lah yang sebenarnya ditunjuk untuk membangun dan meneruskan Gereja dan bukan pada Petrus muridnya. Justru Petrus yang telah menyingkirkan Maria Magdalena. Kisah inilah yang diceritakan sebagai rahasia yang coba disibak dalam Novel Da Vinci Code dan selama ini ditutupi oleh gereja Katolik di Vatikan. Novel ini membuahkan bantahan dan kritik keras dari Vatikan, karena telah menyudutkan Gereja Vatikan yang adalah warisan penerus murid Yesus yakni santo Petrus.

Novel da vinci code secara jelas dan gamblang mengungkapkan argumen dan penjelasan perempuan dan keterasingannya dalam sejarah kekristenan awal masehi. Diungkapkan argumen, bahwa Yesus Kristus sebenarnya menikahi Maria magdalena. Keduanya merupakan garis keturunan bangsawan Yahudi, Yesus melalui garis keturunan Raja Daud dan Maria Magdalena melalui garis keturunan bangsawan Benyamin (salah satu anak Ishak atau cucu dari Abraham). Jauh sebelum Yesus lahir, kekuasaan Romawi meluas sampai ke Asia dan Timur Tengah dengan tetap berpusat di kota Roma. Bangsa Romawi masuk dan menindas bangsa Yahudi, hal ini telah menimbulkan gelombang perlawanan sengit dari bangsa yahudi yang selalu mencoba membebaskan diri lepas dari Romawi. Sejak Yesus lahir sampai wafatnya, bangsa Yahudi masih tetap dikuasai dan ditindas oleh Romawi. Setelah Yesus besar, figurnya diharapkan menjadi Nabi pembawa kebebasan bagi bangsa yahudi dan menaruh harap kepada sosok Yesus untuk dapat segera membebaskan mereka dari belenggu jajahan Romawi. hal ini secara tercatat dalam Alkitab Perjanjian Baru

Figur Yesus yang sangat bijak dan memiliki banyak pengikut tersebar di beberapa daerah Yahudi membuat penguasa Roma di Yahudi menjadi ketakutan kalau-kalau Yesus akan memimpin gelombang perlawanan menentang kekuasaan mereka. Para ahli taurat agama dan juga tokoh-tokoh agama Yahudi sangat membenci Yesus karena pengikutnya yang kian bertambah besar dan banyak, akhirnya mereka membawa Yesus ke Mahkamah pengadilan Roma dengan tuduhan semacam subversif, yakni mengaku Mesias, sang Juru selamat manusia setelah sebelumnya berhasil dijebak didalam sebuah taman ketika Yesus sedang berdoa safaat bersama para muridnya. Pengadilan dipimpin oleh Gubernur Roma di Yahudi yakni Pontius Pilatus, namun ironisnya adalah bahwa keputusan bersalah dan hukuman mati dengan salib tersebut merupakan permintaan dari rakyat yahudi sendiri, sementara sang gubernur serta istrinya menetapkan bahwa Yesus tidak melakukan kesalahan apapun yang menentang Kaisar. Namun akibat konspirasi elit dan tokoh-tokoh keagamaan Yahudi yang pro kekuasaan Roma tersebut, telah mengakibatkan figur Yesus dibenci begitu rupa oleh masyarakat Yahudi sehingga ia dituntut hukuman salib, hukuman terendah pada masa itu dan umumnya hukuman salib hanya ditujukan bagi para pelaku tindak kriminal.

Sementara kebanyakan masyarakat yahudi diluar pengikut-pengikut setianya pada masa itu merasakan suatu kekecewaan yang besar terhadap Yesus yang ternyata tidak memiliki sikap perlawanan tegas terhadap keberadaan kekuasaan kekaisaran Roma di Yahudi. Seperti tercermin dalam fragmen kisah dalam Kitab Perjanjian Barui, ketika Yesus berada didepan sebuah rumah ibadat, ada seorang bertanya kepada Yesus mengenai pantaskah mereka membayar pajak kepada Bangsa Romawi. Dan Yesus bertanya gambar siapakah yang ada dalam mata uang mereka, dijawab oleh mereka adalah gambar Kaisar Roma. Lalu kata yesus maka bayarlah apa yang menjadi milik Kaisar. Walalupun Alkitab tidak menjelaskan dampak dari jawaban Yesus tersebut, jawaban ini telah menimbulkan kekecewaan terhadap sikap Yesus yang ternyata tidak seperti yang mereka harapkan, mampu memimpin mereka menentang kekuasaan Roma tersebut. Sementara para ahli taurat dan tokoh-tokoh agama saat itu dengan jelas condong bersikap pada kekuasaan Roma dan jelas tak bisa diharapkan oleh masyarakat yahudi.

Setelah Yesus mati, Maria Magdalena dan keturunannya diasingkan dan bahkan coba untuk disingkirkan. Bermula dari kisah inilah kemudian menjadi alasan munculnya organisasi semacam Biarawan Sion seperti yang diceritakan dalam novel Da Vinci Code, dimana figur Maria Magdalena juga turut dihancurkan kemudian dengan diceritakan dalam Alkitab sebagai pelacur dan perempuan hina, padahal yang sebenarnya adalah keturunan Bangsawan besar Yahudi dari keturunan suku Benyamin.


Awal Mula Ketertindasan Perempuan dan Pengasingannya dalam Sistem Keagamaan & Masyarakat

Kita tahu bahwa peran perempuan sangatlah minim dan sempit dalam kekristenan gereja maupun dalam Islam dan beberapa agama lain, khususnya kesempatan untuk menjadi Imam atau kepala ibadah dalam lembaga maupun organisasi keagamaan. Dengan ajaran yang secara nyata tertulis dalam Alkitab maupun Al qur’an, melarang perempuan memiliki kedudukan tinggi atas kaum lelaki. Perempuan dalam Kitab Al Qur’an maupun di Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru diceritakan merupakan pendamping dan teman hidup yang sepadan bagi lelaki dan wajib dilindungi oleh kaum Adam. Alkitab terdiri dari dua bagian kitab, yakni kitab Perjanjian Lama dan Baru. Kitab Perjanjian Lama mengkisahkan sejak awal terciptanya Bumi oleh Tuhan sampai pada periode menjelang Kelahiran Yesus Kristus. Sementara periode Perjanjian Baru mengkisahkan sejak awal kelahiran Yesus Kristus sampai matinya, kemudian dilanjutkan oleh pengikut-pengikutnya sampai kepada masa Rasul Paulus. Sejak awal dalam kisah surat Kejadian yang menjadi surat pertama dalam Alkitab, dikisahkan tentang perempuan yang adalah kekasih Adam, bernama Hawa. Dikisahkan Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam, yang sengaja diciptakan untuk mendampingi Adam yang sangat kesepian berada sendirian didalam taman Eden. Kemudian Hawa tergoda oleh rayuan setan dalam wujud Ular, sehingga memakan buah yang dinyatakan terlarang oleh penciptanya. Dan akibat rayuannya itulah Hawa dinyatakan bersalah dan berdosa dan lebih dipersalahkan kembali karena telah menyebabkan Adam turut berdosa karena ikut memakan buah itu. Dan sampai saat kini semua manusia didunia mengenal Hawa dengan kisah seperti diatas dan lebih buruknya lagi, Hawa dikenal sebagai manusia pertama yang telah membawa kutuk kepada manusia khususnya kepada para perempuan. Karena akibat kesalahannya itu, semua perempuan didunia ikut menanggung kesalahan dengan kutuk yakni melahirkan dengan rasa sakit. Sementara sang Adam dikutuk harus mencari nafkah hidup bagi ia dan istrinya dengan bersusah payah. Sementara sang Ular yangt dianggap penggoda juga kena hukuman dan kutuk dengan memiliki bentuk tubuh bulat panjang dan melata, alias tak punya kaki dan tangan. Entah seperti kita semua manusia melihat kisah ini, apakah kisah harus dinilai dengan tragis atau dengan syukur?
Sejauh mana ke-orisinalan Kisah tersebut dalam kitab Suci, menjadi satu hal yang menurutku masih patas untuk dikaji kembali

Bila kita berpikir ulang tentang kisah adam dan hawa tersebut diatas, bukankah akibat tindakan hawa tersebut diatas maka ada hukum yang kemudian mengakibatkan terciptanya konsep Reproduksi yang sekarang kita kenal. Dan bukankah karena sistem reproduksi tersebut, maka manusia awal sampai sekarang bisa melahirkan keturunannya sampai sekarang (yang telah berjumlah lebih dari 1 milyar) termasuk aku sendiri dan pembaca sekalian. Konsep Reproduksi manusia tersebut jelas muncul karena tindakan Hawa tersebut, bagaimana seandainya Hawa tidak memetik buah terlarang tersebut, apakah akan ada konspepsi reproduksi manusia??

katakanlah bisa saja konsepsi melahirkan tetap ada bilapun Hawa tidak melakukan tindakannya tersebut dan tanpa rasa sakit seperti yang dikemukakan sang Pencipta, bahwa sejak saat itu ia dan seluruh perempuan keturunannya akan melahirkan dengan rasa sakit. Namun apakah cukup masuk akal, bila perempuan melahirkan sesuatu dalam bentuk manusia berukuran sangat kecil atau seorang bayi manusia dari rahim kemudian melewati vagina tanpa rasa sakit?? Jadi pertanyaannya kemudian adalah, pantaskah kemudian manusia mengutuk tindakan Hawa tersebut, apabila ternyata manusia yang mengutuk Hawa tersebut tercipta di dunia akibat konsekuensi hukuman Hawa tersebut.

Diceritakan bahwa sejak awal terinspirasinya sang Pencipta menciptakan perempuan bernama Hawa adalah karena kasihan melihat Adam, manusia pertama yang diciptakan, dengan jenis kelamin lelaki. Hal ini jelas sejak awal telah memposisikan perempuan tersub-ordinat pada lelaki, karena persoalan urutan penciptaan perempuan adalah pada urut nomer ke-dua dan dinyatakan hanya sebagai pelengkap bagi manusia Adam. Artinya memang tujuan awal sang pencipta ternyata adalah hanya menciptakan Adam saja dan ternyata, karena rasa kasihan terhadap lelaki yang bernama Adam-lah, maka diciptakan perempuan tersebut yang dinamakan Hawa.

Kisah ini telah sejak awal akhirnya sampai sekarang telah menjadi salah satu argumen mendasar yang dikemukakan oleh kaum-kaum agamawan, yang telah mendudukkan perempuan pada posisi rendah terhadap lelaki. Sehingga muncul kebenaran yang menyatakan bahwa perempuan ditakdirkan menjadi pendamping kaum lelaki dan harus mengabdi pada mereka, apalagi perempuan pertama tersebut telah dinyatakan bersalah dengan mengakibatkan Adam turut kena hukuman akibat tindakan Hawa memakan buah terlarang. Baguslah sang pencipta saat itu memili rasa kasihan danberempathy pada Adam dengan menjadikan perempuan untuk menemaninya. Tidak dapat kita cerna lebih lanjut apakah maksud yang lebih detail tentang makna kata-kata ”karena Adam kesepian” dan ”untuk menemani Adam”. Secara konotatif bukankah hal tersebut bermakna menjadikan perempuan sebagai hiburan dan kesenangan bagi si Adam agar tak kesepian dan menemani Adam setiap harinya. Katakalah kesenangan itu bila aku perjelas lebih rinci lagi , bahwa makna kesenangan merujuk pada segala sesuatu yang bisa menyenangkan, dan termasuk salah satunya pasti adalah Hubungan Badan atau Hubungan Seks. Hubungan seks jelas berkonsekuensi pada proses reproduksi atau melahirkan janin. Tak mungkin ada proses reproduksi tanpa melakukan hubungan seks, khsususnya pada masa itu karena jelas belum ada teknologi. Reproduksi jelas berkonsekuensi pada proses lahirnya keturunan manusia.

Wajarlah kemudian bila fragmen kisah ini menjadi landasan bagi Gereja kemudian untuk tidak memberi kesempatan pada kaum hawa tersebut berperan penting dan memiliki kedudukan dalam gereja dengan posisi dan image yang sudah terbentuk demikian. Akibat satu tindakan perempuan bernama Hawa, seluruh perempuan didunia terpaksa ikut menanggung derita kutuk yang bersifat diskriminatif ini. Tak ada kesempatan yang adil dan terbuka bagi perempuan untuk dapat membuktikan bahwa sesungguhnya mereka sebagai perempuan diciptakan juga sepenuhnya persis sama seperti ketika menciptakan Adam. Dengan jelas dinyatakan baik dalam kitab suci Alkitab maupun Al Qur’an, bahwa Pencipta menmbuat Hawa persis seperti ia menciptakan Adam tak ada yang berbeda secara fungsi keseluruhan tubuh, lengkap dengan bagian-bagian tubuh yang sama, hanya berbeda pada jenis kelamin dan pada beberapa lekukan-lekukan beberapa bagian tubuh diantara keduanya.

Sudut pandang berpikir yang telah terbentuk sedemikian rupa tersebut kemudian menjadi ketetapan bagi para ahli-ahli taurat dan kaum agamawan berikut para pengikut-pengikutnya yang kemudian menerapkan hukum secara diskrimintifif pada peran dan posisi perempuan, baik itu dalam keluarga maupun dalam agama. Fungsi keluarga dan agama adalah pranata yang membentuk masyarakat, maka kemudian berdampak pula pada terlembaganya ketetapan-ketapan pembatasan peran dan posisi perempuan dalam masyarakat, dan perempuan menjadi warga masyarakat kelas dua. Sangat jelas terbukti adalah bahwa dalam struktur gereja Vatikan perempuan sama sekali tidak punya peluang untuk dapat menjadi utusan ataupun anggota pengurus dari struktur gereja Katolik Roma seperti pada posisi sebagai Uskup, Kardinal apalagi Paus. Tidak ada sejarah perempuan pernah menjadi kardinal sampai menjadi Paus. Sedikit berbeda dengan Kristen Protestan yang masih memberi ruang bagi perempuan menjadi imam kepala gereja atau gembala gereja. Kaum Kristen Protestan yang pada era Reformasi di Eropa memberontak terhadap kekuasaan Katolik Roma yang bengis, otoriter dan menjual Surat penyucian dosa yang uangnya kemudian dikorupsi, bahkan memiliki wanita simpanan dan anak gelap. Hal ini dinilai menjadi aib bagi penganut Kristen Protestan.

Gerakan Perempuan muncul sebagai antitesis perkembangan masyarakat
Saat ini gelombang anti patriakhi dan anti diskriminasi perempuan telah muncul dimana-mana dan diseluruh dunia, menuntut kesetaraan jender, keadilan dan kesempatan kerja, hak memilih dalam pemilu dan lainnya. Artinya memang hal ini telah menjadi kebutuhan nyata bagi setiap perempuan yang hidup terkekang dalam sistem dan tatanan masyarakat perbudakan kemudian feodal dan mewariskan tradisi patriakhi. Saat ini kaum Hawa telah mencoba secara perlahan-lahan membuka selubung-selubung penghambat keterbatasan peran perempuan dalam masyarakat. Secara masif dan umum dipahami bahwa perempuan ditakdirkan bukan sebagai objek ketertindasan sistem masyarakat yang berlaku. Namun hegemoni kebenaran tunggal yang dikisahkan dalam agama masih agak sulit untuk dikritisi secara terbuka dalam masyarakat, mengingatnya kuatnya peran dan struktur institusi keagamaan dan bahkan menjadi penopang dalam struktur kekuasaan yang ada. Lembaga pranata sosial keagamaan ini tentu tidak dapat dengan mudah untuk diblejeti. Namun gerakan perempuan telah mulai menerobos lewat pendekatan sistem sosio, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Hal ini ril menjadi kebutuhan bagi setiap kaum perempuan untuk ambil bagian dalam mencoba masuk dan berperan besar, dimana sebelumnya hanya kebanyakan kaum lelaki yang boleh berperan penting.

Harus dilihat bahwa rangkaian aturan dan perangkat yang berlaku dalam pranata agama adalah cerminan refleksi dari sistem sosial, ekonomi dan politik yang berlaku dalam masyarakat, sehingga tidak bisa dipisahkan dalam memandang hubungannya dengan ketertindasan perempuan dalam agama yang kemudian menjadi struktur penopang dalam tatanan sebuah masyarakat.

Seperti perlawanan terhadap Neoliberalisme, perjuangan upaya keterlibatan peran politik perempuan, kebebasan mengatur hak reproduksi, dan beberapa perjuangan perempuan lainnya telah digulirkan secara terus menerus oleh para aktivis dan organisasi, namun perjuangan untuk meraih kesempatan lebih luas bagi perempuan dan berperan lebih banyak dalam lembaga keagamaan, masihlah sangat minim. Dalam sebuah tayangan berita televisi swasta Indonesia, pernah diberitakan tentang munculnya organisasi perempuan muslim di Amerika Serikat yang menuntut peran perempuan untuk turut diberi kesempatan menjadi Imam. Menurutku ini adalah hal yang bagus untuk terus berperan dalam semua bidang apapun itu tanpa terkecuali termasuk dalam lembaga keagamaan. Apalagi khususnya di Indonesia yang sebagian besar besar penduduknya adalah perempuan dan adalah muslimah, perjuangan hal yang sama bisa juga untuk coba digerakkan dan kaum gerakan harus mendukung upaya tersebut. Ini juga menjadi tantangan bagi para aktivis dan organisasi perempuan untuk dapat konsern melalui pendekatan upaya pada jalur ini, karena struktur dan hegemoni kekuasaan agama yang besar tersebutlah justru menjadi peluang bila mampu diciptakan dan digerakkan. Mengingat potensi lembaga dan pranata keagamaan yang kuat secara struktur dan perannya dalam masyarakat. Sebutlah organisasi seperti Fatayat Nadhatul Ulama, yang beranggotakan jutaan perempuan NU dan tersebar diseluruh Indonesia. Dan tentu masih banyak ormas perempuan bersifat keagamaan lainnya dengan potensi yang sama.
Inilah tantangan kaum perempuan kedepan mencoba menerobos dinding struktur patriarkhi dalam lembaga keagamaan yang secara ril berkuasa dan mengikat sebagian besar penduduk perempuan di Indonesia.


Posted by Maeda Yoppy on Friday, May 19, 2006 at 12:25 AM | Permalink

Komentar

Postingan Populer